PESANTREN BUAT SI KEMBAR




PESANTREN BUAT SI KEMBAR

Oleh: Evi Susanti

Pesantren di Indonesia cukup banyak jumlah dan ragamnya. Ada pesantren modern dengan fasilitasnya lengkap. Cuci pakaian dan persediaan makanan ditangani oleh pihak pesantren. Sehingga biaya nyantri-nya relatif mahal. Ada pula pesantren tradisional, seluruh kegiatan operasional berjalan dengan penuh kesederhaan. Sehingga biaya nyantri-nya sangat murah.

Kurikulum, bahan ajar dan ustadz-ustadzah di pesantren juga beragam. Ada pesantren yang pengajarnya hanya berasal dari kakak kelasnya atau lulusan perguruan tinggi biasa. Ada pula pesantren yang para ustadza-ustadzhnya dari lulusan perguruan terkenal di luar negeri.

Ada pesantren yang fokus pada kajian kitab kuning saja. Ada pula pesantren yang menyisipkan atau mix dengan pendidikan umum. Bahkan, ada pula pesantren yang memiliki kurikulum dan bahan ajar sendiri sehingga santrinya menguasai life skill tertentu dengan tetap memberikan jaminan lulusannya bisa kuliah ke perguruan tinggi atau sekolah umum.

Nah, pesantren mana yang cocok buat anak Anda? Setiap pesantren pasti ada kurang dan lebihnya. Tinggal pilih saja, mana yang paling pas dengan tebal-tipisnya kantong saku, kurikulum, bahan ajar, jauh-dekat lokasinya, dan sebagainya, termasuk selera Anda, hehe….

Pada gilirannya pilihan saya dan suami untuk si kembar (Qonita dan Salma) adalah pesantren Gontor. Siapa sih yang tidak kenal dengan pesantren terkenal itu? Bahkan lulusan Gontor katanya bisa mendapatkan beasiswa di Universitas Al-Azhar Kairo atau di Universitas Islam Madinah. Harapan kami, semoga kedua adiknya juga bisa mengikuti jejak mereka.
Lalu, apa yang terjadi?

Si kembar dan abinya berangkat menuju Mantingan (Ngawi) Jawa Timur. Fajar subuh mereka sampai di pondok pesantren Gontor Putri tersebut. Setelah shalat subuh, mandi, sarapan dan istirahat sebentar maka tibalah waktunya regristasi agar si kembar bisa ikut perbekalan selama 2 bulan untuk menghadapi tes masuk Gontor.
Abinya harus membayar sejumlah biaya seperti uang pangkal, bangunan, kepanitian awal tahun ajaran, kertas setahun, majalah gontor setahun, kesehatan, makan, sekolah dan asrama. Bila calon santri tidak lulus tes, maka uang tersebut akan dikembalikan semua kecuali uang makan, pembangunan, dan kepanitiaan awal. Si kembar membeli perlengkapan tidur dan mandi untuk masa persiapan.
Di Gontor, dengan gamang si kembar membaur dengan teman-teman barunya. Sedangkan abinya bersama orangtua lainnya tinggal (menunggu, tidur dan shalat) di suatu tempat khusus seperti bangsal atau balai besar tanpa dinding. Di sebelahnya berjejer-jejer kamar mandi. Di malam itu, nampak ada kegelisahan pada diri si kembar. Inginnya mereka istirahat dan bermalam di bangsal bersama abinya. Tidak mau berpisah. Tetapi, motivasi abinya membuat mereka mau tidur bersama teman-temannya di suatu tempat.
Esok harinya mereka menemui abinya. Berbagai keluh kesahnya menyembul bergantian dan terus-menerus. Yah, maklumlah. Ini pengalaman barunya, hidup jauh dari keluarga. Apalagi suasana teman-teman barunya juga demikian. Bahkan ada yang menangis tersedu-sedu, seolah merasa ‘dibuang’ oleh orangtuanya.  
PESANTREN BUAT SI KEMBAR 1

Perasaan sedih dan iba tentu saja menggelayuti hati saya. Hanya saja, suami menahan kesedihan itu kuat-kuat. Khawatir hal ini bisa melemahkan semangat awal mereka. Akhirnya dengan alasan banyak pekerjaan, abinya pamit pulang sore itu. Saat di dalam bus itulah air mata abinya tumpah, tak terbendung lagi. Betapa mereka tinggal pondok jauh dari orangtua, dan wanita pula.  
Benar. Baru sehari di Gontor si kembar menelpon dan berkeluh-kesah. Kangen sama rumah, ummi, abi dan sama Ahmad (adik bayi). Mereka bercerita betapa mereka tidak bisa tidur nyaman bersama tiga puluh calon santri lainnya dalam satu kamar besar dengan kasur lipat masing-masing. Bila ada anak yang menangis –sedih—, anak-anak lain hingga sekamar pun ‘kesetrum’ ikut menangis. Perasaan mereka makin berat, dan berdalih ini-itu.
Hatiku pun sedih dan berat, sebagaimana naluri seorang ibu. Tetapi, saya memiliki tekad kuat agar mereka belajar di pesantren demi kebaikan masa depannya. Termasuk kami berharap, semoga kemampuan menulisnya terus berkembang ketika mereka menguasai bahasa Arab dan agama Islam. Tidak berhenti sebagai penulis cilik yang saat dewasanya tak berkarya lagi.
Melalui telepon, si kembar menghubungi saya setiap hari. Saya pun meminta mereka bersabar agar betah. Sampai hari kelima mereka minta balik ke rumah. Bahkan, mereka berani menanggung biaya yang telah dikeluarkan dengan uang tabungannya yang berasal dari honor menulis selama ini. Akhirnya saya pun mengabulkan keingianan mereka.
Nah, Gontor sebagus itu ternyata tidak cocok untuk Qonita dan Salma. Mereka merasa tidak suka/cocok dengan kondisi Gontor yang terlihat kolosal. Area pesantrennya sangat luas. Gedung-gedung tempat mereka tidur, makan, jajan dan belajar terpisah (berjauhan). Jumlah santrinya ribuan. Kamar tidurnya seperti kelas luas yang menampung 30 santri. Suasananya tidak seperti rumah bagi mereka.
Mereka kemudian sekolah di SMP Muhammadiyah Cileungsi Bogor selama setahun. Ketika akan naik kelas II, abinya terpikir pesantren Nahdhatul Muslimat (NDM) di Solo. Kenapa di sana? Memang kami pernah tinggal di Solo sekitar tiga tahun. Lumayan familiar. Mudir (direktur) pesantren NDM adalah teman suami. Sedangkan istrinya teman saya ketika kuliah di IPB Bogor. Dengan begitu kami bisa ‘titip’ si kembar dan lebih mudah mengkomunikasinya.
Sebenarnya si kembar inginnya survai dulu. Akan tetapi, saat sampai di NDM dan lihat-lihat kondisinya, lalu saya menawarkan si kembar untuk ikut tes masuk. Si kembar pun menurut saja. Alhamdulillah mereka lulus, dan langsung diterima sebagai santri NDM.
 “Mi, kenapa kita langsung didaftarkan dan ikut tes masuk?” Salma mempertanyakannya saat di perjalanan pulang.
“Karena ummi-abi khawatir kalian terlambat, malah tidak dapat pesantren. Hilang kesempatannya,” jawab saya agak ragu.
Ya, nyantri di NDM itu terbilang sangat murah. Padahal lokasinya strategis di tengah kota Solo, dekat Pasar Klewer, dan sebelah barat alun-alun. Suasananya mirip dengan rumah. Bisa keluar sebentar untuk beli makanan-minuman, meski hanya pada jam dan hari tertentu. Hubungan antar teman dan dengan ustadz-ustadzahnya relatif dekat dan baik. Sehingga lebih cocok bagi si kembar.
Meskipun begitu NDM cukup berkualitas. Visi-misinya sesuai dengan harapan kami. Bahan ajar pesantrennya memakai kitab kuning. Bahasa Arab dipakai untuk percakapan sehari-hari. Lulusannya juga banyak meneruskan ke sekolah dan perguruan tinggi umum.
Alhamdulillah, si kembar kini berada di penghujung tahun pendidikan. Tiga tahun di MTS, dan hampir empat tahun –in sya Allah—lulus KMI. Lama pendidikan di NDM dari MTs-KMI memang tujuh tahun.
“Dicoba dulu, setahun ya, setelah itu kita evaluasi,” begitu kata-kata sakti di saat-saat si kembar mengeluh (tidak betah). Kata-kata tersebut dan kata-kata yang sejenisnya rupanya mampu mengerem gejolak gegelisahan, meredam letupan-letupan emosi, dan akhirnya juga menjadi bahan kontemplasi. Alhamdulillah, kini mereka memasuki persiapan untuk kuliah. Semoga sukses ya, bidadariku.... :)

Catatan: 1) Untuk memberikan apresiasi SUKA/LIKE, harap klik tombol SUKA sebanyak 2 kali. Klik yang ke-2 untuk KONFIRMASI--SUKA

2) Bila tertarik berbagi tentang pengasuhan dan pendidikan anak, silakan baca dulu ketentuan LOMBA MENULIS PARENTING 2017 berikut ini: https://lomba-menulis-parenting-2017.blogspot.co.id/2016/12/lomba-menulis-parenting-2017.html

Tag : PARENTING
0 Komentar untuk "PESANTREN BUAT SI KEMBAR"
Back To Top