Oleh Siti Nuryanti
Bulan
Juni, bagi sebagian orangtua menjadi bertambah kesibukannya. Karena sibuk
mencari sekolah yang tepat untuk sang buah hatinya. Bahkan jauh-jauh hari (di bulan Januari)
sudah ada yang hunting. Karena sebagian sekolah sudah membuka pendaftaran. Bahkan pendaftarannya hanya buka
1-2 bulan saja ketika kuotanya sudah terpenuhi.
Sekolah seperti ini biasanya menjadi sekolah favorit atau unggulan.
Saya pun jauh-jauh hari mencari SD yang tepat untuk Nely. Saya melakukan survai beberapa sekolah. Tapi akhirnya menjatuhkan pilihan pada sekolah yang sama dengan kakanya (Salsa). Saya memiliki beberapa alasan kuat. Mulai dari persoalan praktis (karena tidak ribet antar jemputnya), persoalan empiris seperti sangat pentingnya masa pertumbuhan dan perkembangan anak (apalagi belajar di SD cukup lama, selama 6 tahun) hingga persoalan idealisme. Namun, sebenarnya ada pertimbangan lain lagi, yaitu:
1. Persyaratan calon siswa
Umumnya
sekolah telah menetapkan persyaratan dalam menjaring siswa. Ada sekolah yang mensyaratkan
calon siswanya harus: lulus TK,
lancar membaca, menulis dan berhitung, serta lulus tes akademik dan psikotes. Tetapi
ada juga sekolah yang tidak seketat itu, bahkan serangkaian tes tidak menjadi penentu
diterima-tidaknya.
Ada sekolah yang menerima siswa dalam kondisi apapun, termasuk yang ber-IQ rendah termasuk yang berkebutuhan khusus seperti austis, hyperaktif, dsb. Sekolah ini memandang bahwa setiap anak pasti memiliki minimal satu kelebihan. Persoalannya, hanya belum tergali bakat dan potensinya.
Sekolah
yang saya pilih menerapkan kriteria itu. Menerima siswa dalam kondisi apapun.
Sekolah ini fokus terhadap kualitas proses pembelajarannya, bukan pada kualitas
input siswanya . Wajarlah, jika sekolah unggulan menghasilkan lulusan terbaik karena
input siswanya sudah baik. Karenanya, bukan soal sekolahnya yang unggulan tapi
muridnya yang memang sudah unggul dari awal.
Justru sekolah yang baik adalah yang inputnya rendah tapi menghasilkan output yang baik. Inilah kerja keras sekolah terutama para gurunya yang memproses siswa menjadi lebih baik dari segi akademis, bakat maupun moralnya.
2. Waktu belajar
Saya memilih
sekolah yang fullday, waktu belajarnya dari jam 07.30-16.00 WIB. Hal ini
menyesuaikan dengan saya dan suami yang
sama-sama kerja. Dengan demikian, akan lebih aman dan tidak merepotkan karena jam
dan hari kerja sama dengan jam dan hari sekolah. Sabtu-Minggu menjadi family
time, kumpul orangtua dengan anak.
3. Proses
pembelajaran
Ada
tiga faktor yang berpengaruh pada proses pembelajaran, yaitu guru, materi/kurikulum
dan metode pembelajaran. Guru yang profesional dapat menyampaikan materi
pembelajaran dengan metode yang tepat. Meskipun rentang waktu belajarnya lama,
siswa tidak merasa bosan. Anak-anak merasa mudah dan senang saat guru mengajar.
Saya memilih sekolah yang menerapkan metode pembelajarn indoor dan outdoor. Siswa tidak selalu belajar di dalam kelas, sehingga tidak membosankan. Mereka pun tidak dibebani PR, karena semua pembelajaran sudah tuntas di sekolah.
4. Kondisi
Lingkungan
Saya
tinggal di kota besar (Jakarta). Karenanya,
saya memilih sekolah yang kondisi lingkungannya kondusif, nyaman, dan aman. Bukan
di daerah yang suka tawuran, rawan tindak kejahatan, bising dan tidak
berdekatan dengan jalan raya. Bahkan, sekolah mempunyai sistem keamanan (security)
24 jam. Keberadaan anak-anak terpantau dengan baik.
5.
Basis Agama
Saya
memilih sekolah yang berbasis agama (Islam) baik. Sekolah yang sangat
mengedepankan akhlak dan nilai-nilai Islam lainnya sebagai bekal anak-anak
untuk menghadapi masa depanya. Harapannya, bila sudah tertanam nilai-nilai Islam
sejak dini maka akan lebih mudah mengkounter hal-hal negatif. Sekolah tersebut tidak
hanya menekankan aspek akademik tetapi juga menekankan moral atau akhlak yang
baik. Sebagaimana cita-cita anak saya yang ingin menjadi ilmuwan dan dokter
yang sekaligus hafal Al-Qur’an dan baik agamanya.
6.
Finansial
Sekolah
yang baik atau berkualitas biasanya membutuhkan dana yang tidak murah. Sehingga
biaya sekolahnya menjadi mahal. Karenanya, janganlah kita memaksakan diri. Bolelah
dapat sekolah unggulan tapi jangan sampai menjadi beban hidup kita. Carilah sekolah
yang baik dan sesuai dengan tebal kantong kita.
Alhamdulillah, saya mendapatkan sekolah yang memiliki kriteria 1-5 dan ternyata sesuai dengan tebal kantong saya. Kenapa begitu? Karena saya mendapat potongan uang sekolah sebagai salah satu fasilitas yang diberikan lantaran saya bekerja di sekolah tersebut. Nah, klop kan?
Demikianlah
beberapa pertimbangan saya dalam memilih sekolah SD yang tepat buat sang buah
hati. Bagaimana dengan Anda? Semoga lebih baik ya…. Trim’s :)
Tag :
PARENTING
0 Komentar untuk "MEMILIH SD UNTUK SANG BUAH HATI"