Me time? Nge-drakor dong


Me time? Nge-drakor dong
Me time? Nge-drakor dong

Oleh: Astrid Septyanti
 
Saya pandangi layar laptop di siang yang mendung ini. Saya dihadapkan pada deadline menulis yang tak kunjung selesai. Ah..akan menulis apa ya saya hari ini? Hati saya tergerak untuk memutar playlist, yang berisi beberapa soundstrack drama korea favorit saya belakangan ini. Anda mengernyitkan dahi? Haha..tidak apa. Inilah saya, ibu-ibu beranak satu, berusia hampir 30 tahun yang masih gemar menghabiskan waktu menonton drama korea.
Saya mengenal drama korea pertama kali entah tahun berapa,saya juga tidak begitu ingat. Tapi saya ingat,pertama kali saya begitu suka nonton drama korea berepisode-episode di tengah malam, saat kuliah di pertengah tahun ketiga. Tahun-tahun berikutnya saya tersibukkan dengan agenda skripsi, lalu menikah, dan lain-lain hingga akhirnya saya sempat terlupa dengan salah satu hobi saya ini.
Beberapa tahun kemudian, sekitar tahun 2011, saya kembali dipertemukan dengan teman-teman sesama penyuka drama korea. Dari merekalah saya tahu kabar terbaru tentang artis-artis korea, drama-drama terbaru, bertukar file,dan kemudian tenggelam dalam euforia menceritakannya kembali bersama mereka.
Lalu, di usia saya sekarang yang beranjak menuju kepala 3,apa saya tidak merasa malu atau terlalu tua untuk suka menonton drama korea yang-kebanyakan-meski tidak semua-picisan? Entahlah.. saya pikir, kesukaan saya pada drama korea membuat saya tidak perduli apa kata orang lain tentang itu. Bagi saya, itu adalah hobi yang menyenangkan, dan saya bisa menghabiskan waktu dengannya disaat suntuk dengan aktifitas saya sebagai ibu rumah tangga.
Apa sih yang membuat saya begitu suka drama korea? Artisnya yang tampan dan cantik? Tentulah. Entah kenapa suka dengan tipe-tipe wajah dan make up yang mereka kenakan, cantik dan tampan tapi tetap terkesan sederhana. Meski berusia dewasa,mereka tetap terlihat muda (ehem..iya..mereka juga perawatan sih,ya.haha)
Style. Saya juga suka style artis-artis korea, meski seringkali minim perhiasan, tetap terlihat elegan.
Soundtrack. Yup. Tidak bisa dipungkiri, soundtrack yang digunakan dalam setiap drama, selalu berbeda dan wah...seringkali ini menjadi bagian pembantu yang penting untuk membawa emosi penonton. Tidak jarang saya bisa menangis tersedu-sedu beberapa menit, saat melewati scene sedih dengan soundtrack yang menyayat hati, even saya tidak tahu artinya. Haha....
Menjalani hari-hari sebagai ibu rumah tangga, saya tidak bisa bohong kalau aktifitas rumah itu seringkali membuat jenuh. Kejenuhan yang terus tersimpan, lambat laun menjadi emosi-emosi negatif yang tidak sehat. Semakin lama disimpan, suatu saat akan meledak. Saat emosi negatif itu meledak tanpa bisa ditahan, saya kira efek sampingnya akan sangat mengerikan.
Pernah ada yang bertanya, bukankah pasangan hidup adalah teman berbagi yang paling baik? Saya tidak memungkiri itu. Tapi saya juga tidak bisa menafikan bahwa tidak semua laki-laki bisa menjadi pendengar yang baik. Perempuan itu, kepalanya berisi banyak hal,dari yang remeh sampai hal yang rumit. Pikiran-pikiran itu butuh penyaluran. Sisi lain, perempuan juga mengerti bahwa laki-laki kebanyakan lebih memilih menyimpan sendiri masalah-masalah yang dihadapinya, entah di kantor atau di lingkungannya. Saya rasa, saya dan banyak perempuan lain, lebih memilih untuk menyimpan kegundahan dan segala uneg-uneg di hati atau menceritakannya ke sahabat sesama perempuan, dibanding menceritakannya pada suami yang mungkin juga memiliki masalah berat yang dipikirkannya.
Salah satu alasan saya suka menonton drama korea, karena bisa menjadi salah satu media katarsis. Media saya meluapkan emosi-emosi negatif. Seringkali, saya memilih menonton disaat saya sendiri. Dimana saya bisa tertawa sepuasnya, atau menangis sejadinya. Saya selalu sedia sekotak tissu di samping laptop.
Setiap kali saya menangis,karena menonton drama korea, saya merasa seperti, “ah...saya tahu perasaan kecewa seperti itu”, “ah..ternyata dia juga merasakan kesedihan seperti saya”, atau “kenapa perasaan kehilangan itu seperti yang saya rasakan?” dan seterusnya.
Terkadang ekspektasi kita terhadap kehidupan terlalu indah. Kenyataannya memang tidak ada hidup yang seindah drama. Namun, dengan menikmati keindahan cerita dalam drama, saya berpikir, setidaknya saya menemukan indahnya kebahagiaan yang saya impikan dulu dalam drama ini. Lalu,saya pun tersenyum-senyum sendiri. Ya, saya bisa melupakan sejenak berbagai kerumitan yang ada dalam pikiran saya,dan memandang semua menjadi lebih mudah.
Overall... saya pikir, apapun cara untuk “me-time”, beribadah menonton, menulis, memasak dan lain sebagainya, hanyalah sebuah wasilah. Perempuan, sebagai seorang ibu dan seorang istri dituntut untuk selalu ada bagi suami dan anak-anak. Tapi tidak semua orang di sekeliling perempuan memahami bahwa perempuan terlahir sebagai makhluk perasa, memiliki banya pikiran dan perasaan yang complicated untuk diuraikan. Pada akhirnya, seringkali pikiran dan perasaan itu berubah menjadi emosi-emosi negatif.  Sayangnya tidak semua perempuan paham, saat seringkali emosi-emosi negatif menggelayuti pikirannya, hal itu harus segera dibuang. Bukan disimpan sendiri,mengendap,dan membusuk di kepala yang tanpa disadarinya meledak sewaktu-waktu, menjadikan anak dan suami sebagai pelampiasan emosi negatifnya. Lalu, apakah Anda sudah berhasil membuang “sampah” di kepala Anda dengan baik? Just find and try it!
Yogyakarta, 18 Januari 2016, 13.26
Kakunara
Tag : PERNIKAHAN
0 Komentar untuk "Me time? Nge-drakor dong"
Back To Top